Sinopsis
Di sebuah dunia dimana hewan mamalia telah berevolusi menjadi makhluk beradab, berdiri metropolis megah bernama Zootopia, sebuah kota yang merayakan keanekaragaman dengan distrik-distrik yang dirancang menakjubkan, mulai dari Sahara Square yang gersang, Tundra Town yang bersalju, hingga Rainforest District yang lembap. Namun di balik kemegahan dan keragaman ini, tersembunyi kompleksitas sosial yang tak kalah rumitnya dengan dunia manusia. Film animasi Disney tahun 2016 ini, di bawah arahan Byron Howard dan Rich Moore, tidak hanya sukses menghibur, tetapi juga berani menyajikan alegori sosial yang tajam dan relevan dengan isu-isu kontemporer.
Protagonis kita adalah Judy Hopps, seekor kelinci kecil dari pedesaan Bunnyburrow yang bercita-cita menjadi petugas polisi pertama dari spesiesnya. Perjuangannya melawan stereotip dan prasangka dimulai sejak awal—dari orang tuanya yang ragu hingga Kepala Bogo yang meremehkan kemampuannya dengan alasan fisik. Penampilan Ginnifer Goodwin sebagai pengisi suara Judy berhasil menangkap semangat, kerentanan, dan determinasi karakter ini dengan sempurna. Di sisi lain, ada Nick Wilde (diisi dengan karisma oleh Jason Bateman), rubah licin yang telah menerima stigma masyarakat bahwa semua rubah tidak bisa dipercaya. Dinamika hubungan mereka—dari awal yang penuh kecurigaan hingga berkembang menjadi partnership yang solid menjadi tulang punggung cerita yang menghibur dan emosional.
Kelebihan dan Kekurangan Film Zootopia
Kelebihan utama Zootopia terletak pada kemampuannya menyampaikan pesan moral yang dalam melalui kemasan yang menghibur. Film ini menggunakan metafora hubungan predator dan mangsa untuk membahas isu-isu prasangka, diskriminasi sistemik, dan politik ketakutan dengan cara yang mudah dicerna berbagai usia. Adegan ketika Judy—dengan tidak sengaja—melukai perasaan Nick dengan menyiratkan bahwa "semua rubah memang licik" adalah momen yang powerful. Adegan ini menunjukkan bagaimana prasangka tak kasat mata bisa muncul dari siapa saja, bahkan dari karakter yang baik sekalipun. Film ini dengan jenius menunjukkan bahwa melawan bias internal adalah perjuangan terus-menerus, bukan sekadar mengalahkan "penjahat" yang jelas.
Dari segi teknis, Zootopia merupakan mahakarya animasi. Setiap frame dipenuhi dengan detail menakjubkan—dari tekstur bulu karakter yang nyata, pencahayaan yang dramatis, hingga desain dunia yang imajinatif namun tetap believable. Humor dalam film ini bekerja pada berbagai tingkat; anak-anak akan tertawa pada kelucuan fisik, sementara orang dewasa akan mengapresiasi lelucon verbal yang cerdas dan referensi budaya pop seperti parodi The Godfather melalui karakter Mr. Big.
Namun, seperti karya apapun, Zootopia tidak sepenuhnya sempurna. Kekurangan paling mencolok terletak pada penyelesaian konflik yang terasa agak terburu-buru. Masalah sistemik dan prasangka budaya yang begitu mengakar di masyarakat Zootopia seolah bisa diselesaikan hanya dengan menangkap satu "penjahat" dan pidato yang menyentuh. Beberapa kritikus juga mempertanyakan apakah analogi predator dan mangsa adalah representasi yang paling tepat untuk diskusi rasisme, mengingat kompleksitas hubungan historis antar kelompok yang mengalami diskriminasi di dunia nyata. Selain itu, meski twist identitas penjahatnya cukup mengejutkan, motivasi di balik karakter antagonis utamanya terasa agak klise—seorang yang memanfaatkan ketakutan masyarakat untuk meraih kekuasaan.
Meski demikian, kekurangan-kekurangan ini tidak mengurangi signifikansi Zootopia sebagai karya animasi yang penting. Film ini berhasil mencapai keseimbangan langka antara menghibur dan mendidik, antara fantasi dan realitas sosial. Pesan utamanya tentang pantang menyerah, pentingnya empati, dan bahaya memberi label pada individu berdasarkan kelompoknya disampaikan dengan tulus tanpa terasa menggurui.
Lebih dari sekadar film animasi, Zootopia adalah cermin yang ditunjukkan kepada masyarakat modern tentang bias dan prasangka yang mungkin kita pegang tanpa disadari. Film ini mengajak penontonnya baik anak-anak maupun dewasa untuk berpikir kritis tentang stereotip, media, dan politik ketakutan. Dengan animasi memukau, karakter tak terlupakan, dan cerita yang menghibur sekaligus memprovokasi pemikiran, Zootopia layak diapresiasi sebagai salah satu film animasi paling ambisius dan sukses secara naratif dalam dekade terakhir. Film ini membuktikan bahwa medium animasi memiliki kekuatan tidak hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk membentuk cara pandang generasi muda terhadap isu-isu sosial yang kompleks.
